Pernahkah kita merenung sejenak, bahwa setiap manusia dibekali dengan modal
yang sama sejak lahir?
Ada sesuatu yang tak terlihat, namun selalu menyertai kita:
kemampuan-kemampuan dasar yang membuat kita tetap disebut manusia.
Pertanyaannya, apakah kita masih merawatnya, ataukah justru membiarkannya
tumpul oleh rutinitas modern?
Isi
1. Kemampuan Merasa
Sejak bayi menangis, manusia belajar arti rasa. Dari senyum, air mata, hingga
luka batin—semua adalah bahasa jiwa. Namun, di dunia yang kian bising, apakah
kita masih memberi ruang untuk benar-benar merasakan, bukan sekadar bereaksi?
2. Kemampuan Berpikir
Dulu filsuf Yunani merenung di pojok kota, mencari makna hidup. Kini, kita
lebih sering menyerahkan pikiran pada layar ponsel. Padahal berpikir bukan
hanya soal logika, melainkan juga keberanian untuk bertanya: “Mengapa begini,
bukan begitu?”
3. Kemampuan Berbicara
Lidah manusia adalah senjata dan jembatan. Dengan bicara, kita bisa
meruntuhkan dinding, atau justru membangunnya lebih tinggi. Kata-kata adalah
kekuatan, tapi juga bisa menjadi luka. Masihkah kita memilih kata dengan
hati-hati, atau asal meluncur tanpa arah?
4. Kemampuan Bekerja
Sejarah manusia ditulis dengan kerja. Dari tangan-tangan petani yang menanam
padi, hingga jemari programmer yang menulis kode. Bekerja bukan sekadar
mencari nafkah, melainkan mencipta nilai. Tetapi, apakah pekerjaan hari ini
masih membuat kita merasa berarti?
5. Kemampuan Bermimpi
Inilah anugerah paling halus. Mimpi membuat manusia tak hanya berjalan, tapi
melangkah lebih jauh dari sekadar kebutuhan. Tanpa mimpi, peradaban tak pernah
lahir. Namun, dalam kesibukan mengejar target, masihkah kita berani bermimpi?
Penutup
Lima kemampuan dasar ini ibarat pisau yang diwariskan sejak lahir. Ia bisa
tajam, bisa pula berkarat, tergantung bagaimana kita mengasahnya.
Mungkin sudah saatnya kita bertanya:
Apakah kita masih hidup sebagai manusia seutuhnya, atau hanya sekadar mesin
yang bergerak tanpa arah?
Kadang, mengingat kembali hal-hal dasar adalah cara paling sederhana untuk
menemukan kembali jati diri.
sampai jumpa lagi di
waduhmas
Ini namanya kemampuan yang sudah kita lupakan
BalasHapus