Pernahkah Anda berdiri di depan mesin fotokopi, menunggu giliran sementara
dunia luar bergerak cepat dengan sekali klik?
Di tengah gemerlap email, QRIS, dan tanda tangan digital, mengapa kita masih
dihadapkan pada ritual mengurus berkas fisik yang terasa seperti monumen masa
lalu?
Seperti menonton film hitam-putih di bioskop IMAX—ada yang tak sinkron, namun
kita ikhlas menjalaninya dengan senyum getir. Mari kita renungkan bersama:
Apakah birokrasi kita sengaja memperlambat waktu, ataukah ia lupa bahwa zaman
sudah beranjak?
Isi
Bayangkan birokrasi seperti sebuah museum megah. Di dalamnya, koleksi
fotokopi, cap basah, dan antrian panjang dipajang sebagai "warisan abadi."
Padahal, di luar museum, revolusi digital telah mengubah segalanya.
Sejarah mencatat, birokrasi modern lahir dari era industri abad ke-19, di mana
kertas dan tinta adalah ratu. Namun, ketika teknologi melaju, sistem ini
seperti nenek yang enggan melepas radio tuanya—berfungsi, tapi ketinggalan
kereta.
Secara sosial, praktik kuno ini menciptakan paradoks ironis. Di satu sisi,
pemerintah gencar mempromosikan smart city dan e-government; di sisi lain,
warga masih disibukkan mengurus fotokopi KTP untuk urusan sepele.
Analoginya seperti memakai sepatu boots untuk berlari di trek lari—bodoh dan
melelahkan. Data menunjukkan, proses berbasis fisik bisa menghabiskan 30%
lebih banyak waktu dibandingkan sistem digital (World Bank, 2020).
Belum lagi dampak lingkungan: jutaan pohon tergundul demi fotokopi yang
akhirnya berakhir di tempat sampah.
Lalu, mengapa perubahan begitu lamban? Bukan karena kurangnya teknologi,
melainkan mentalitas "ini sudah biasa" yang mengakar. Birokrasi sering kali
menjadi benteng pertahanan bagi mereka yang takut kehilangan kontrol.
Seperti kata filsuf Y.B. Yeats, "Hal terbaik adalah kehilangan keyakinannya,
dan hal terburuk penuh dengan semangat pasional." Di sini, semangat pasional
itu terjebak dalam rutinitas kertas yang tak bermakna.
Penutup:
Mungkin, saatnya kita bertanya pada diri sendiri: Apakah birokrasi adalah
pelayan publik atau penjaga waktu yang kejam?
Bukankah kebijakan seharusnya menyederhanakan hidup, bukan menambah beban?
Sebelum Anda membakar tumpukan fotokopi dalam amarah, ingatlah: perubahan
butuh kesabaran, seperti menunggu bunga mekar di musim dingin.
Tapi jika terus dibiarkan, birokrasi ini akan jadi fosil hidup yang mematung
di tengah derap digital.
Referensi:
Komentar
Posting Komentar