Ketika Rakyat Kelelahan: Siapa yang Mau Mendengar?

Pembukaan

Pernahkah engkau merasa dunia penuh suara, tetapi tak satu pun yang benar-benar ingin mendengar? Pernahkah engkau—yang bernama rakyat—berteriak dalam diam, namun seakan langit memilih bungkam?

Di tengah janji manis dan citra politik kosong, ada kelelahan yang tumbuh lambat di dada banyak orang. Kelelahan yang muncul bukan sekadar dari kemiskinan, tapi dari harapan yang terus dikorbankan demi retorika tanpa aksi nyata.

Masihkah ada ruang bagi suara rakyat, saat semua telinga sibuk mendengar diri sendiri?

Isi

1. Kelelahan yang Nyata Meski Tak Terlihat

Rakyat kelelahan bukan hanya karena kekurangan materi—tapi karena menunggu perubahan yang tak pernah datang. Mereka lelah menghadapi birokrasi berbelit, harga naik, dan janji yang kosong.

2. Protes yang Hilang dalam Scroll

Kini suara lelah dan protes sering jadi bahan viral sesaat. Lalu menguap tanpa jejak tindakan nyata.
Apakah kelelahan rakyat harus dipoles sedemikian rupa agar bisa dilihat—atau cukup didengar?

3. Pemimpin Jauh dari Realitas

Pemimpin zaman ini seringkali tampil di layar, tetapi tanah tempat rakyat hidup semakin jauh. Mereka memperlihatkan "kepedulian" lewat caption, tapi jarang turun langsung menengok rakyat yang lelah.

4. Kesenjangan Ekonomi yang Memicu Putus Asa

Kenaikan harga tanpa diimbangi kenaikan upah adalah bom waktu.
Dalam jurnal open-access Ogah (2024), ditemukan di Nigeria bahwa ketimpangan ekonomi membuat warga jauh dari sistem demokrasi—tak karena malas, tetapi karena sistem justru mengekang kesempatan akses publik .

5. Solidaritas yang Rapuh karena Lelah

Ironisnya, kelelahan ini malah membuat rakyat saling menghakimi satu sama lain. Padahal sesungguhnya mereka semua menanggung luka yang sama.

Namun masih ada harapan: edukasi sipil dan dialog publik dapat bangkitkan kekuatan kolektif.
Dari jurnal Schmitt et al. (2024) di Frontiers in Psychology (open access), disebutkan bahwa pendidikan warganegara yang efektif di era digital bisa membangun partisipasi inklusif dan meredakan apatisme .

Penutup

Rakyat yang lelah bukan berarti mereka menyerah. Mereka hanya manusia yang terlalu sering dijanjikan, tapi jarang dibuktikan.

Dan jika engkau—yang membaca ini—juga merasakan kelelahan yang sama, ketahuilah:
Suara hati yang jujur, meski kecil, tetap layak untuk didengar.
Karena perubahan tidak dimulai dari teriakan besar, tapi dari keberanian mengakui bahwa kita lelah—dan ingin bangkit bersama.

Referensi


   


Komentar